Pagi itu, Imanuel, biasa dipanggil Nuel, sedang melihat monitor di hadapannya. Tampak olehnya, Sisi sedang tidur dengan lelapnya.
“Sekarang sudah hampir jam 6 pagi. Siap-siap bangunkan Sisi! Hari ini dia akan kuliah pagi. Jangan sampai dia terlambat,” perintah Nuel.
“Baik, Tuan,” sahut Gabriel, orang kepercayaan Nuel.
Gabriel segera melesat ke kamar Sisi lalu membangunkan gadis 19 tahun itu. “Non Sisi, ayo bangun. Ini sudah pagi. Hari ini, Non ada kuliah pagi kan?”
“Huuh, bentar lagi ah. Masih ngantuk nih,” keluh Sisi.
“ Aduh, Non. Non harus bangun sekarang, nanti telat lho. Non kan mandi sama dandannya suka lama.”
“Huuh, iya, iya. Niy Sisi bangun,” gertaknya sambil menghentakkan tubuhnya dari posisi berbaring ke posisi duduk,”Puas, puas?!”
“Ih, si Non. Pagi-pagi kok udah merengut? Tuan Nuel udah nunggu di luar kamar tuh. Mau disuruh langsung masuk aja, Non?”
“Ga usah deh. Aku mau mandi dulu, baru nemuin dia.”
“Baik, Non,” sahut Gabriel sambil meninggalkan kamar Sisi.
Di luar kamar, Nuel sudah menunggu. “Bagaimana? Sisi mau langsung menemuiku?”
“Katanya setelah mandi saja, Tuan,” jawab Gabriel.
“Ya, sudah. Kalau begitu, saya tunggu di di ruang makan saja. Cepat siapkan sarapan.”
“Baik, Tuan.”
Baru 50 menit kemudian, Sisi menemui Nuel di ruang makan. Seperti kata Gabriel, Sisi memerlukan waktu lama untuk sekedar mandi dan berdandan. “Pagi, Nuel,” sapanya dengan girang.
“Pagi, Sisi. Ayo duduk dan makan sarapanmu,” ajak Nuel.
“Ayo. Kayaknya sarapan pagi ini enak,” gumamnya sambil mengamati makanan yang tersaji di meja dengan senyuman.
Sisi pun makan dengan terburu-buru. Tanpa permisi, ia segera melesat ke kampusnya karena takut telat. Walaupun sudah mengebut sepanjang jalan, ia baru samapai di kampus jam 07.05. Sambil komat-kamit berdoa agar tidak dimarahi dosen, ia berjalan menuju kelasnya. Tapi rupanya, sang dosen belum tiba di kelas, melainkan masih berjalan menuju kelas dari arah yang berlawanan. Sambil mensyukuri hal itu, Sisi segera melesat masuk kelas mendahului sang dosen.
Selesai kuliah, Gabriel menelepon Sisi. “Kuliah Anda sudah selesai, Non?
“Sudah,” jawab Sisi sekenanya.
“Perlu saya jemput sekarang?”
“Ya, boleh. Saya makan siang bentar, ya?”
“Baik, Non.”
“Sudah dulu, ya.”
“Sebentar, Non. Ini, Tuan Nuel ingin bicara.”
“Ah, ntar aja deh. Udah laper banget niy.”
“Baik, Non. Akan saya sampaikan.”
Di rumah.
“Bagaimana? Sisi mau bicara dengan saya sekarang?” tanya Nuel penuh harap.
“Belum, Tuan, katanya nanti saja. Dia sudah kelaparan,” jawab Gabriel.
“Ya, sudah. Sekarang kamu jemput dia. Hati-hati di jalan, ya.”
“Baik, Tuan. Saya pergi dulu.”
Dengan hati-hati, Nuel menjemput Sisi di kampus. Rupanya Sisi sudah menunggu di depan gerbang kampusnya. Kelihatannya dia sangat lelah. Tanpa banyak basa-basi, mereka kembali ke rumah. Sisi segera melesat ke arah tangga.
“Lho, Non mau kemana?”
“Ya, ke kamarlah.”
“Tapi, Tuan Nuel sudah menunggu Non di ruang tengah sedari tadi. Sebaiknya Non temui beliau dulu.”
“Aduh, aku ngantuk banget. Ntar aja, ya.” Sisi melanjutkan perjalanannya ke kamar, berganti kostum, lalu segera tidur dengan pulasnya.
Gabriel bergegas ke ruang tengah menemui Nuel.
“Non Sisi sudah tiba, Tuan.”
“Apakah sekarang dia sudah mau menemui saya?”
“Non Sisi bilang dia sangat mengantuk dan ingin tidur dulu.”
“Ya, sudah, biarkan dia beristirahat dulu. Mungkin dia kecapekan. Kalau begitu nanti saja, saya menemuinya.”
Hari sudah sore ketika Sisi terbangun dari tidurnya. Ia bergegas mandi dan berdandan. Setelah merasa siap, ia turun ke bawah dan bertemu dengan Gabriel.
“Wah, rapi sekali. Non mau kemana?”
“Anterin ke Plaza Ambassador, dong. Aku mau jalan sama Rena. Jadi, ntar mampir ke rumah Rena buat jemput dia. Oke?”
“Baik, Non. Mmm, sebelum pergi, bagaimana kalau Non menemui Tuan Nuel dulu?”
“Aku lagi buru-buru. Ntar ajalah, pulang dari sana.”
Sisi sangat menikmati sore itu. Ia memang sangat mengitari mal, apalagi jika ditemani oleh sahabatnya, Rena. Mereka biasa ke mal untuk sekedar makan, nonton film, belanja, atau sekedar window shopping. Malam sudah larut ketika akhirnya Sisi tiba di rumah kembali.
“Huah, akhirnya sampai juga,” seru Sisi sambil berjalan menuju tangga.
“Non sudah mau tidur?”
“Belum.”
“Bagaimana kalau sekarang Non menemui Tuan Nuel?”
“Gimana, ya? Ntar aja gimana? Masih ada tugas kuliah yang mau aku selesain. Paling cuma sebentar kok. Kalau udah selesai, aku langsung nemuin Dia deh,” kata Sisi sambil melangkah menaiki tangga.
“Baik, Non. Akan saya sampaikan,” jawab Gabriel sambil menuju ke ruang tengah.
“Non Sisi sudah pulang, Tuan.”
“Kalau begitu, dia sudah bersedia menemui saya sekarang?”
“Belum bisa, Tuan. Katanya, masih ada tugas kuliah yang harus dia selesaikan terlebih dahulu. Tapi dia bilang hanya sebentar saja. Setelah tugasnya kelar, dia akan segera turun menemui Tuan.”
“Baiklah, biarkan dia selesaikan tugasnya dulu.”
Sisi mengerjakan tugas-tugasnya dengan sistem kilat agar segera selesai. Waktu sudah lewat tengah malam ketika akhirnya Sisi menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Saking ngantuknya, ia tidak ingat untuk turun ke bawah menemui Nuel dan segera tidur dengan nyenyaknya. Ketika Gabriel melintasi kamar Sisi, dilihatnya bahwa lampu kamar itu sudah dipadamkan, yang artinya Sisi sudah tidur. Segera, Gabriel menemui Nuel.
“Maaf, Tuan. Sepertinya Non Sisi tidak bisa menemui Anda kali ini. Dia sudah tidur sekarang.”
“Ya, sudah. Tidak apa-apa. Kelihatannya, ia sibuk sekali hari ini. Mungkin dia sangat lelah. Berjagalah selagi dia tidur. Saya akan menunggu untuk menemuinya besok.”
“Baik, Tuan.”
Pernahkah kita berada dalam situasi di atas? Bukan hanya pernah, sebagian besar dari kita pasti sering mengalaminya. Kita ini adalah sosok Sisi, Gabriel adalah sosok dari Roh Kudus, sementara Allah digambarkan dalam sosok Nuel. Kita tanpa sadar menenggelamkan diri dalam kesibukan kita sehari-hari, sehingga kita tidak bersedia menemui Allah. Kita hanya berdoa di saat kita ingat saja –biasanya adalah pada waktu ingin makan– selebihnya kita lupa sama Tuhan. Padahal, Tuhan udah mengirimkan Roh Kudus yang selalu mengingatkan kita. Tetapi acap kali, kita mengabaikan peringatan itu. Walau demikian, Tuhan tak juga lelah. Dia masih menunggu kita untuk menemuinya. Temuilah Tuhan ketika Dia masih berkenan untuk ditemui.. Dan lakukanlah, sekarang!
“Sekarang sudah hampir jam 6 pagi. Siap-siap bangunkan Sisi! Hari ini dia akan kuliah pagi. Jangan sampai dia terlambat,” perintah Nuel.
“Baik, Tuan,” sahut Gabriel, orang kepercayaan Nuel.
Gabriel segera melesat ke kamar Sisi lalu membangunkan gadis 19 tahun itu. “Non Sisi, ayo bangun. Ini sudah pagi. Hari ini, Non ada kuliah pagi kan?”
“Huuh, bentar lagi ah. Masih ngantuk nih,” keluh Sisi.
“ Aduh, Non. Non harus bangun sekarang, nanti telat lho. Non kan mandi sama dandannya suka lama.”
“Huuh, iya, iya. Niy Sisi bangun,” gertaknya sambil menghentakkan tubuhnya dari posisi berbaring ke posisi duduk,”Puas, puas?!”
“Ih, si Non. Pagi-pagi kok udah merengut? Tuan Nuel udah nunggu di luar kamar tuh. Mau disuruh langsung masuk aja, Non?”
“Ga usah deh. Aku mau mandi dulu, baru nemuin dia.”
“Baik, Non,” sahut Gabriel sambil meninggalkan kamar Sisi.
Di luar kamar, Nuel sudah menunggu. “Bagaimana? Sisi mau langsung menemuiku?”
“Katanya setelah mandi saja, Tuan,” jawab Gabriel.
“Ya, sudah. Kalau begitu, saya tunggu di di ruang makan saja. Cepat siapkan sarapan.”
“Baik, Tuan.”
Baru 50 menit kemudian, Sisi menemui Nuel di ruang makan. Seperti kata Gabriel, Sisi memerlukan waktu lama untuk sekedar mandi dan berdandan. “Pagi, Nuel,” sapanya dengan girang.
“Pagi, Sisi. Ayo duduk dan makan sarapanmu,” ajak Nuel.
“Ayo. Kayaknya sarapan pagi ini enak,” gumamnya sambil mengamati makanan yang tersaji di meja dengan senyuman.
Sisi pun makan dengan terburu-buru. Tanpa permisi, ia segera melesat ke kampusnya karena takut telat. Walaupun sudah mengebut sepanjang jalan, ia baru samapai di kampus jam 07.05. Sambil komat-kamit berdoa agar tidak dimarahi dosen, ia berjalan menuju kelasnya. Tapi rupanya, sang dosen belum tiba di kelas, melainkan masih berjalan menuju kelas dari arah yang berlawanan. Sambil mensyukuri hal itu, Sisi segera melesat masuk kelas mendahului sang dosen.
Selesai kuliah, Gabriel menelepon Sisi. “Kuliah Anda sudah selesai, Non?
“Sudah,” jawab Sisi sekenanya.
“Perlu saya jemput sekarang?”
“Ya, boleh. Saya makan siang bentar, ya?”
“Baik, Non.”
“Sudah dulu, ya.”
“Sebentar, Non. Ini, Tuan Nuel ingin bicara.”
“Ah, ntar aja deh. Udah laper banget niy.”
“Baik, Non. Akan saya sampaikan.”
Di rumah.
“Bagaimana? Sisi mau bicara dengan saya sekarang?” tanya Nuel penuh harap.
“Belum, Tuan, katanya nanti saja. Dia sudah kelaparan,” jawab Gabriel.
“Ya, sudah. Sekarang kamu jemput dia. Hati-hati di jalan, ya.”
“Baik, Tuan. Saya pergi dulu.”
Dengan hati-hati, Nuel menjemput Sisi di kampus. Rupanya Sisi sudah menunggu di depan gerbang kampusnya. Kelihatannya dia sangat lelah. Tanpa banyak basa-basi, mereka kembali ke rumah. Sisi segera melesat ke arah tangga.
“Lho, Non mau kemana?”
“Ya, ke kamarlah.”
“Tapi, Tuan Nuel sudah menunggu Non di ruang tengah sedari tadi. Sebaiknya Non temui beliau dulu.”
“Aduh, aku ngantuk banget. Ntar aja, ya.” Sisi melanjutkan perjalanannya ke kamar, berganti kostum, lalu segera tidur dengan pulasnya.
Gabriel bergegas ke ruang tengah menemui Nuel.
“Non Sisi sudah tiba, Tuan.”
“Apakah sekarang dia sudah mau menemui saya?”
“Non Sisi bilang dia sangat mengantuk dan ingin tidur dulu.”
“Ya, sudah, biarkan dia beristirahat dulu. Mungkin dia kecapekan. Kalau begitu nanti saja, saya menemuinya.”
Hari sudah sore ketika Sisi terbangun dari tidurnya. Ia bergegas mandi dan berdandan. Setelah merasa siap, ia turun ke bawah dan bertemu dengan Gabriel.
“Wah, rapi sekali. Non mau kemana?”
“Anterin ke Plaza Ambassador, dong. Aku mau jalan sama Rena. Jadi, ntar mampir ke rumah Rena buat jemput dia. Oke?”
“Baik, Non. Mmm, sebelum pergi, bagaimana kalau Non menemui Tuan Nuel dulu?”
“Aku lagi buru-buru. Ntar ajalah, pulang dari sana.”
Sisi sangat menikmati sore itu. Ia memang sangat mengitari mal, apalagi jika ditemani oleh sahabatnya, Rena. Mereka biasa ke mal untuk sekedar makan, nonton film, belanja, atau sekedar window shopping. Malam sudah larut ketika akhirnya Sisi tiba di rumah kembali.
“Huah, akhirnya sampai juga,” seru Sisi sambil berjalan menuju tangga.
“Non sudah mau tidur?”
“Belum.”
“Bagaimana kalau sekarang Non menemui Tuan Nuel?”
“Gimana, ya? Ntar aja gimana? Masih ada tugas kuliah yang mau aku selesain. Paling cuma sebentar kok. Kalau udah selesai, aku langsung nemuin Dia deh,” kata Sisi sambil melangkah menaiki tangga.
“Baik, Non. Akan saya sampaikan,” jawab Gabriel sambil menuju ke ruang tengah.
“Non Sisi sudah pulang, Tuan.”
“Kalau begitu, dia sudah bersedia menemui saya sekarang?”
“Belum bisa, Tuan. Katanya, masih ada tugas kuliah yang harus dia selesaikan terlebih dahulu. Tapi dia bilang hanya sebentar saja. Setelah tugasnya kelar, dia akan segera turun menemui Tuan.”
“Baiklah, biarkan dia selesaikan tugasnya dulu.”
Sisi mengerjakan tugas-tugasnya dengan sistem kilat agar segera selesai. Waktu sudah lewat tengah malam ketika akhirnya Sisi menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Saking ngantuknya, ia tidak ingat untuk turun ke bawah menemui Nuel dan segera tidur dengan nyenyaknya. Ketika Gabriel melintasi kamar Sisi, dilihatnya bahwa lampu kamar itu sudah dipadamkan, yang artinya Sisi sudah tidur. Segera, Gabriel menemui Nuel.
“Maaf, Tuan. Sepertinya Non Sisi tidak bisa menemui Anda kali ini. Dia sudah tidur sekarang.”
“Ya, sudah. Tidak apa-apa. Kelihatannya, ia sibuk sekali hari ini. Mungkin dia sangat lelah. Berjagalah selagi dia tidur. Saya akan menunggu untuk menemuinya besok.”
“Baik, Tuan.”
Pernahkah kita berada dalam situasi di atas? Bukan hanya pernah, sebagian besar dari kita pasti sering mengalaminya. Kita ini adalah sosok Sisi, Gabriel adalah sosok dari Roh Kudus, sementara Allah digambarkan dalam sosok Nuel. Kita tanpa sadar menenggelamkan diri dalam kesibukan kita sehari-hari, sehingga kita tidak bersedia menemui Allah. Kita hanya berdoa di saat kita ingat saja –biasanya adalah pada waktu ingin makan– selebihnya kita lupa sama Tuhan. Padahal, Tuhan udah mengirimkan Roh Kudus yang selalu mengingatkan kita. Tetapi acap kali, kita mengabaikan peringatan itu. Walau demikian, Tuhan tak juga lelah. Dia masih menunggu kita untuk menemuinya. Temuilah Tuhan ketika Dia masih berkenan untuk ditemui.. Dan lakukanlah, sekarang!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar