Sabtu, 09 Februari 2008

Penanganan Sampah Di Yogyakarta

(Wohoho! Ini adalah salah satu tugas dari sekian banyak tugas makul penulisan berita yang -hanya Tuhan yang tahu kenapa- mengantarkan gue mendapat nilai A. Magic bgt deh, padahal gue sempet kena omel dosen gara2 ga ngumpulin 2 tugas -yg sbenarnya dah gue kerjain cuma males aja ngumpulinnya.. Hehe..)
Pengolahan sampah mandiri dan terpadu perlu diberdayakan.

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, produksi sampah pun ikut melonjak. Sayangnya, produksi sampah yang terbilang banyak, 5.700 m3 per hari dengan jumlah penduduk 3,47 juta jiwa. Sementara sarana pengangkut dan kapasitas tempat pembuangan akhir (TPA) di daerah Piyungan Bantul sangat terbatas. Akibatnya, sebesar 3.683 m3 sampah tidak dapat diangkut setiap harinya. Artinya, sebagian besar sampah masih berada di lingkungan tempat tinggal masyarakat.
“Pola pikir sebagian besar masyarakat kita adalah sampah itu kalau bisa jangan sampai ada di depan mata saya. Entah sampahnya mau diapakan, terserah. Yang penting, jangan ada di depan mata saya. Tetapi korbannya adalah orang lain yang tidak bisa apa-apa. Karena akhirnya kan ada di depan orang-orang yang tidak bisa menghindar dari sampah. Sampah, kalau dikelola dengan baik sesungguhnya memiliki potensi ekonomi, dan bukan lagi jadi menjadi masalah. Kenyataan menunjukkan, banyak orang bisa hidup dari sampah. Mereka bahkan bisa membuka lapangan kerja bagi orang lain,” kata Agus Prasetya, Ph.D., dosen Jurusan Teknik Kimia FT UGM.
Dosen Jurusan Teknik Kimia FT UGM lain, Candra Wahyu Purnomo, M.Eng. menambahkan, “Basic-nya adalah mengubah cara pandang. Bahwa sampah itu bukan masalah. Tapi di situ terkandung potensi. Potensi untuk jadi pupuk, energi, atau untuk dimanfaatkan kembali. Dan itu besar potensinya.”
Sampah sering diidentikan dengan masyarakat kelas bawah, tapi ada temuan bahwa yang bersikap resisten terhadap masalah sampah justru berasal dari kalangan yang berpendidikan tinggi. Mereka cenderung berpikir praktis, tak mau repot-repot mengurus sampah dan memilih membayar tukang sampah.
Sebagian masyarakat memang telah memiliki inisiatif menangani sampah dengan membakar sampah di sekitar tempat tinggalnya. Biasanya mereka melakukannya pada sore hari. Sementara sebagian sisanya memilih membuang sampah ke lahan kosong atau tempat aliran air, seperti selokan atau sungai.
Jika hal ini masih dibiarkan, Yogya akan tercemar dan bukan tak mungkin penyakit semacam demam berdarah atau muntaber mewabahi penduduk. Tak hanya karena sampah mencemari udara, tapi juga karena peternak sapi memberi makan sapi-sapinya dari sampah organik yang diambil dari tempat pembuangan sampah di daerah Bantul. Jika sapi-sapi tersebut kemudian dikonsumsi penduduk, wabah benar-benar tak dapat dihindari lagi.
Untuk itu, pemerintah dan masyarakat perlu mengolah sampah secara mandiri. Tapi pemerintah tak dapat melaksanakan hal ini jika tidak didukung oleh penduduk setempat. Oleh karena, itu perlu adanya kesadaran penduduk Yogya untuk menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggalnya terlebih dahulu.
Ada baiknya jika masyarakat diberi penyuluhan sehingga secara perlahan pandangan mereka tentang sampah dapat berubah. Biasanya masyarakat tak terlalu memikirkan akibat yang ditimbulkan oleh penumpukan sampah dan apa yang dapat mereka peroleh dari sampah.
Salah satu caranya, pemerintah mengajak penduduk Yogya turut mengolah sampah di sekitar tempat tinggal masing-masing. Hal ini dikarenakan sampah terbesar berasal dari rumah tangga.
Masyarakat diberi arahan untuk memilah sampah organik dan nonorganik. Yang organik dapat dibuat kompos untuk tingkat rumah tangga, sementara yang nonorganik dapat didaur ulang, dibuat kerajinan, lalu ada yang dikumpulkan untuk dijual, seperti sampah plastik. Dengan demikian, sampah yang dibuang ke TPA akan jauh lebih sedikit sehingga akan memperpanjang waktu pemakaian TPA.
Di kawasan TPA sendiri, pemerintah dapat melakukan penanganan sampah terpadu denan cara mereduksi sampah, yaitu mengurangi sampah sampai dengan menghabiskan timbunan sampah di TPA.
Proses awal adalah memisahkan jenis plastik, logam, kaca dan sampah organik secara mekanis. Setelah terpisah, sampah plastik didaur ulang menjadi biji plastik, sedangkan logam dan kaca diberikan ke pemulung atau kalau dana ada juga bisa dilebur dilokasi TPA dan hasilnya bisa dijual; aluminium foil (bekas kaleng minuman, pasta gigi, pelapis bungkus susu bubuk/roti dll) juga bisa dilebur sehingga menjadi lempengan aluminium, dan sampah organik bisa diproses menjadi pakan, sedangkan sampah organik yang sudah lama/terdekomposisi diproses menjadi pupuk.
Sampah organik berupa sisa sayur dan buah yang menghiasi pasar-pasar di Yogyakarta tentu sangat berguna jika diolah menjadi pupuk kompos ketimbang dibuang begitu saja. Untuk itu, sampah organik tersebut dapat dikumpulkan di TPA kemudian diproses dengan Zymotech.
Zymotech dilaksanakan dengan cara memanfaatkan berbagai jenis mikroorganisme yang terseleksi dan teruji mempunyai fungsi bermacam-macam seperti penghilang bau, akselerator proses dekomposisi sampah, pendegrasi selulosa (mikroba selulotik), pelarut fosfat dan lain-lain yang diperlukan tanaman.
Zymotech dapat mengubah sampah menjadi produk yang bernilai ekonomis, produk yang dihasilkan dapat sebagai alternatif mengatasi kelangkaan pupuk.
Pemakaian pupuk hasil Zymotech ini tidak merusak tanah bila dipakai dalam jangka waktu panjang, tetapi justru dapat merehabilitasi tanah dengan meningkatkan kesuburan kimia, fisika biologi tanah. Hal ini sejalan dengan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Penanganan sampah terpadu di TPA ini juga memberikan peluang pekerjaan bagi masyarakat sekitarnya.
Penanganan ini dilakukan bukan hanya karena tempat pembuangan sampah yang terbatas, melainkan juga karena pemerintah Yogya memerlukan sedikitnya 35 ton pupuk kompos setiap tahun untuk tanaman di wilayah publik milik pemerintah kota. Adanya pengolahan sampah organik akan membantu pemerintah mengefektifkan anggaran, baik bagi pembuang sampah maupun bagi penghijauan kota.
Yang tak kalah penting lainnya adalah konsistensi pemerintah dan penduduk setempat dalam menangani sampah, baik secara mandiri maupun terpadu. Penanganan sampah tidak bisa dilakukan sesaat saja, tetapi harus berkelanjutan. Jika tidak, maka sia-sialah semua penanganan yang telah dilakukan sebelumnya.
Yogya bersih karena masyarakat dan untuk kepentingan masyarakat itu sendiri.

Tidak ada komentar: